From Old Fashioned to Stylish: Perubahan Tren Busana Elite Tionghoa Batavia 1890 – 1942

Authors

  • Yudi Prasetyo STKIP PGRI Sidoarjo
  • A. Fathikul Amin A IAIN Madura

DOI:

https://doi.org/10.32585/keraton.v4i2.3497

Keywords:

Busana, Elite Tionghoa, Batavia, Perubahan

Abstract

Pakaian atau busana merupakan salah satu kebutuhan primer diantara sandang, pangan, dan papan yang tidak mengenal batasan kelas sosial. Kehadirannya tidak hanya sebagai penutup tubuh namun juga sebagai simbol status. Artikel ini membahas bagaimana perubahan tren busana di kalangan elite Tionghoa Batavia pada era 1900 – 1942 yang mengalami perubahan seiring dengan status dan perannya sebagai penciri identitas di kalangan masyarakat. Perubahan tersebut tidak hanya pada tataran fungsi di masyarakat namun juga dari sisi bahan dasar busana dan tren dari yang konservatif ke tren fesyen modern ala barat. Sumber-sumber yang digunakan dalam artikel ini antar lain: studi literatur, novel, surat kabar era kolonial, dokumen Belanda, dan catatan perjalanan penjelajah. Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah  metode sejarah kritis yang terdiri atas: heuristik, kritik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan sejarah kehidupan sehari-hari.

References

References

Dijk, Kees van, “Sarung, Jubah, dan Celana: Penampilan sebagai Sarana Pembedaan dan Diskriminasi”, dalam Nordholt, Henk Schulte (ed.), 2005. Outward Appearance: Trend, Identitas, Kepentingan, terj. M. Imam Aziz. Yogyakarta: LKIS.

Fingkelstein, Joanne, “The Anomic World of the High Consumer: Fashion and Cultural Formation”, dalam Huat, Chua Beng (ed.), 2000. Consumptions in Asia: Lifestyle and Identities. New York: Routledge.

Gondomono, 1996. Membanting Tulang Menyembah Arwah: Kehidupan Kekotaan Masyarakat Cina. Jakarta: IKAPI.

Hanna, Willard A. 1988. Hikayat Jakarta. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Kuntowijoyo, 2018. Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana.

Kwa, David, ”Ragam Pakaian Kaum Peranakan”, dalam Kustara, Heru (ed.). 2009. Peranakan Tionghoa Indonesia: Sebuah Perjalanan Budaya. Jakarta: Intisari Mediatama & Komunitas Lintas Budaya.

Lohanda, Mona. 2007. Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia. Jakarta: Masup.

McMillan, M. 1914. A Journey to Java. London: Holden & Hardingham.

Prasetyo, Yudi. 2020. “Dari Pikulan ke Kelontong: Tionghoa dan Toko Kelontong Yogyakarta.” Entita: Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu-Ilmu Sosial 2 (1): 63-78. doi.org/10.19105/ejpis.v1i2.330.

Sidharta, Myra. “The Making of the Indonesian Chinese Woman”, dalam Elsbeth Locher Scholten dan Anke Niehof (eds.), 1987. Indonesian Women in Focus: Past and Present Nations. Leiden: KITLV.

Taylor, Jean Gelman, “Kostum dan Gender di Jawa Kolonial tahun 1800-1940”, dalam Nordholt, Henk Schulte (ed.), 2005. Outward Appearance: Trend, Identitas, Kepentingan, terj. M. Imam Aziz. Yogyakarta: LKIS.

Tjoe, Liem Thian. 2004. Riwayat Semarang. Jakarta: Hasta Wahana.

Vleming, J.L. Jr., 1926. Het Chineesche zakenleven in Nederlandsche-Indië. Batavia: Volkslectuur.

W.F. Wertheim, 1964. East-West Paralles: “Sociological Approaches to Modern AsiaAmsterdam: W. Van Hoeve.

Yang, Twang Peck, 2004. Elite Bisnis Cina di Indonesia dan Masa Transisi Kemerdekaan 1940-1950. Yogyakarta: Niagara.

Novel

Toer, Pramoedya Ananta. 1985. Bumi Manusia. Jakarta: Hasta Mitra.

Surat Kabar:

Hanpo, Selasa 29 Tjapgwe 15 Desember 1914, Taon ke I, No. 4.

Sin Po, Saptoe 12 Desember 1936, tahun XIV, No. 715.

Published

2023-01-18

Issue

Section

Artikel